Minggu, 10 Juli 2011

keuangan negara

Hukum tidak otomatis berperanan dalam pembangunan ekonomi. Untuk
dapat mendorong pembangunan ekonomi hukum harus dapat menciptakan tiga
kwalitas : “predictability”, “stability”, dan “fairness”. Tidak adanya
keseragaman, adanya kerancuan dan salah pemahaman mengenai keuangan
negara dan kerugian negara telah mendatangkan ketidakpastian hukum dan
akhirnya menghambat pembangunan ekonomi.
Paling sedikit ada enam masalah mengenai kerancuan “keuangan negara”
dan “kerugian negara” dalam usaha pemberantasan tindak pidana korupsi
dewasa ini, yaitu :
1. Apakah asset PT. BUMN (Persero) adalah termasuk keuangan
negara?
2. Apakah kerugian dari satu transaksi dalam PT. BUMN (Persero)
berarti kerugian PT. BUMN (persero) dan otomatis menjadi kerugian
negara?
3. Apakah ada upaya hukum bagi Pemerintah sebagai pemegang saham
menuntut Direksi atau Komisaris bila tindakan mereka dianggap
merugikan Pemerintah sebagai pemegang saham?
4. Apakah Pemerintah sebagai pemegang saham dalam PT. BUMN
(Persero) dapat mengajukan tuntutan pidana kepada Direksi dan
Komisaris PT. BUMN (Persero) bila tindakan mereka dianggap
merugikan Pemerintah sebagai Pemegang Saham?
5. Apakah yang dimaksud dengan kerugian negara?
6. Langkah-langkah apakah yang perlu dilakukan untuk terciptanya
sinkronisasi peraturan perundang-undangan dan pelaksanaannya?
“Keuangan negara yang dimaksud adalah seluruh kekayaan negara dalam
bentuk apapun, yang dipisahkan atau yang tidak dipisahkan, termasuk
didalamnya segala bagian kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban
yang timbul karena :
(a) berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggung jawaban
pejabat lembaga Negara, baik ditingkat pusat maupun di daerah;
(b) berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggung jawaban
Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, yayasan,
badan hukum dan perusahaan yang menyertakan modal negara, atau
perusahaan yang menyertakan modal pihak ketiga berdasarkan
perjanjian dengan Negara.”
“Kekayaan negara yang dipisahkan” dalam Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) secara fisik adalah berbentuk saham yang dipegang oleh negara,
bukan harta kekayaan Badan Hukum Milik Negara (BUMN) itu.
Seseorang baru dapat dikenakan tindak pidana korupsi menurut Undang-
Undang bila seseorang dengan sengaja menggelapkan surat berharga dengan
jalan menjual saham tersebut secara melawan hukum yang disimpannya
karena jabatannya atau membiarkan saham tersebut diambil atau digelapkan
oleh orang lain atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut (Pasal 8
Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang
No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi).
Namun dalam prakteknya sekarang ini tuduhan korupsi juga dikenakan
kepada tindakan-tidakan Direksi BUMN dalam transaksi-transaksi yang
didalilkan dapat merugikan keuangan negara. Dapat dikatakan telah terjadi
salah pengertian dan penerapan apa yang dimaksud dengan keuangan negara.
Begitu juga tidak ada yang salah dengan definisi keuangan negara dalam
Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang
menyatakan keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang
dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun
berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan
pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut (Pasal 1 angka 1).
Pasal 2 menyatakan Keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1 angka 1, meliputi, antara lain kekayaan negara/kekayaan daerah yang
dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang,barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan
yang dipisahkan pada perusahaan negara/perusahaan daerah.
Saya berpendapat bahwa kekayaan yang dipisahkan tersebut dalam
BUMN dalam lahirnya adalah berbentuk saham yang dimiliki oleh negara,
bukan harta kekayaan BUMN tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar